Teruntuk kamu,
Kota sarat budaya di selatan Jawa, yang keistimewaannya selalu
membuat orang berlomba-lomba untuk mengunjunginya.
Aku rindu, pada dinginnya pagi hari di Stasiun Tugu. Sapaan hangat
para petugas yang mengucapkan salam kedatangan, mengusir rasa lelah yang
hinggap pasca perjalanan semalaman. Mbok-mbok penjual di pinggiran stasiun
menawarkan pisang goreng hangat. Para penjemput bergantian menatap para
penumpang yang baru saja turun.
Aku rindu, pada suasana sore hari di Bandara Adi Sutjipto. Panas
terik mentari yang menyambutku di parkiran pesawat yang akhirnya mendarat
setelah berputar entah berapa kali di langitmu yang biru. Gaduhnya para
penumpang yang menunggu bagasi berpadu dengan sopir taksi yang menawarkan
tumpangan menuju pusat kota. Deru pesawat yang lepas landas silih berganti.
Aku rindu, pada debur ombak pantai selatan yang menghempas batu karang. Anak-anak kecil mengumpulkan ikan dalam ember plastik saat air surut. Ibu-ibu penjual ikan asin dan rumput laut kering menjajakan dagangannya kepada para pengunjung yang duduk santai di atas tikar. Tenda-tenda kecil berhiaskan hiasan kerang dan sarung motif pantai tersebar dimana-mana.
Aku rindu, pada debur ombak pantai selatan yang menghempas batu karang. Anak-anak kecil mengumpulkan ikan dalam ember plastik saat air surut. Ibu-ibu penjual ikan asin dan rumput laut kering menjajakan dagangannya kepada para pengunjung yang duduk santai di atas tikar. Tenda-tenda kecil berhiaskan hiasan kerang dan sarung motif pantai tersebar dimana-mana.
Aku rindu, pada pesona Candi Ratu Boko yang semakin bersinar di
kala senja. Anak-anak kecil tertawa riang sambil berlarian di atas rerumputan,
dengan orangtua mereka menatap dari kejauhan. Para pecinta fotografi datang
membawa kamera mereka yang paling canggih, berlomba-lomba mendapatkan hasil
foto terbaik. Jangan lupakan mereka yang menatap megahnya Candi Prambanan di
bawah sana dalam kesunyian yang syahdu. Sayup-sayup suara kereta yang lewat
membelah persawahan terdengar.
Aku rindu, pada ramainya Malioboro yang tak pernah membuat bosan.
Surga belanja bagi siapapun yang mudah tergoda. Baju, tas, sepatu,
pernak-pernik, semua ada di sana. Angkringan selalu dipenuhi mereka yang cinta
akan kuliner khas. Pertunjukan angklung di trotoar setiap malam mengundang
decak kagum bagi siapapun yang menyaksikannya. Para pengayuh becak dan penarik
delman silih berganti merayu penumpang, bersedia mengantarkan ke penjual bakpia
terdekat atau berkeliling sekitar keraton.
Aku rindu, pada indahnya Alun-alun Kidul di kala malam.
Mobil-mobil bercahaya menjadi rebutan setiap orang, berkeliling mengitari
lapangan luas ditemani lagu-lagu pilihan. Orang-orang mencoba permainan
Masangin yang fenomenal itu, dibantu oleh temannya yang sedang tertawa karena
sengaja memberi arah yang salah. Kilatan cahaya dari kamera tiap muda-mudi yang
mengabadikan momen di antara beringin kembar.
Aku rindu. Pada setiap detik yang kulalui bersamamu. Pada kisah-kisah
istimewa yang kujumpai di setiap jengkal dirimu. Pada panasnya terik mentari,
dinginnya udah pagi, dan mistisnya hujan di sore harimu. Pada kehangatan dan
keramahan wargamu. Pada kesederhanaanmu.
Teruntuk kamu, Yogyakarta. Aku rindu. Kapan kita bertemu lagi?
The picture above was taken from
@explorejogja’s instagram
Komentar
Posting Komentar