Aroma Karsa : Menjejaki Harum Sang Puspa Karsa


"Penciuman adalah jendela pertama manusia mengenal dunia. Dunia ini sesungguhnya dunia aroma."

Aroma Karsa adalah novel Dee Lestari pertama yang saya beli. Sebelumnya saya pernah membaca Perahu Kertas di perpustakaan sekolah dan membaca beberapa bagian dari Rectoverso hasil meminjam teman saya. Saya sendiri juga tidak tahu mengapa memilih untuk membeli novel seharga Rp125.000 ini pada September 2018 lalu, padahal seingat saya, tujuan utama saya mampir ke toko buku selepas kuliah adalah untuk membeli Susah Sinyal karya Ika Natassa.

Novel ini dibuka dengan kilas balik Raras Prayagung saat dirinya masih berusia 18 tahun. Saat itu, Neneknya yang bernama Janirah sedang sekarat dan memanggilnya ke kamar untuk memberitahu Raras tentang Puspa Karsa. Janirah memberi wasiat bagi Raras untuk menggunakan sari Puspa Karsa yang ia tinggalkan dan mencari sumber Puspa Karsa.

Adegan pun berlanjut ke masa di mana Raras telah menjadi seorang direktur utama di perusahaan keluarga, Kemara. Awalnya, saya kira Aroma Karsa akan menceritakan kisah Raras yang bepergian kesana-kemari mencari Puspa Karsa. Nyatanya tidak. Raras malah dipertemukan dengan Jati Wesi, pemuda berhidung tikus yang tinggal di Bantar Gebang.

Atas suatu kejadian yang sebenarnya telah direncanakan jauh-jauh hari, Jati Wesi pun 'terpaksa' harus meninggalkan Bantar Gebang dan ikut tinggal di rumah Raras di Sentul. Di sana Jati bertemu dengan putri Raras yang cantik namun memiliki permasalahan penciuman yang sama dengannya, Tanaya Suma. Suma sendiri membenci Jati karena Jati seolah sok tahu dengan segala hal yang berhubungan dengan perfumery. Tapi tidak dengan Jati, ia malah tertarik dengan aroma tubuh Suma yang begitu memikat.

Seperti di kisah-kisah romantis lain, rasa benci Suma berubah menjadi rasa cinta terhadap Jati, apalagi setelah pemuda itu membantu Suma untuk sembuh dari penyakit penciumannya. Keduanya pun semakin akrab dan Jati pun berusaha membuat parfum dengan aroma tubuh Suma sebagai produk baru Kemara, Puspa Ananta.

Jati dan Suma akhirnya diutus Raras dalam ekspedisi kedua pencarian Puspa Karsa, setelah sebelumnya Raras terjun langsung dalam ekspedisi pertama yang berakhir gagal. Kedua sejoli ini berangkat ke Gunung Lawu beserta arkeolog, ahli biologi, dan prajurit pilihan Raras untuk bisa tembus ke desa gaib bernama Dwarapala.

Di Dwarapala inilah semua rahasia tentang Jati, Suma, dan Sang Hyang Batari Karsa terkuak. Bahwa Jati adalah seorang Banaspati yang dikeluarkan dari Dwarapala untuk menjaga Suma. Bahwa Suma adalah bayi titisan Sang Hyang Batari Karsa. Bahwa Puspa Karsa adalah seorang dewi bunga yang tak seindah dan sebaik dongeng-dongeng yang dikenal Raras dari Janirah. Di bab-bab terakhir ini jugalah kita dapat mengetahui kisah Anung dan Ambrik yang begitu tragis namun romantis. Adegan favorit saya adalah saat Ambrik mengucapkan mantra sebelum melakukan Girah Rudira. Sedih, tragis, namun sakral.

"Ke tanah kami berpulang, ke Kahyangan kami melanjutkan kehidupan. Tidak ada yang abadi. Sampai bertemu lagi."

Dee melukiskan ending Aroma Karsa dengan begitu indah namun juga membuat penasaran. Jati dan Suma yang akhirnya bertunangan, produk Puspa Ananta yang laku keras di pasaran, dan peringatan dari Empu Smarakandi yang seakan membangunkan Jati dari mimpi indah yang seakan dialaminya.

Saya menyelesaikan novel ini dalam waktu sehari. Kata pertama yang saya pikirkan begitu menutup lembaran terakhir adalah "GILA!". Semuanya indah. Semuanya tragis. Semuanya memukau. Dee memunculkan adegan-adegan di waktu-waktu yang tepat. Ia berhasil membuat perasaan pembaca jungkir balik. Saya seolah merasa bahwa Dwarapala dan Sang Hyang Batari Karsa benar-benar ada di Gunung Lawu sana, bersembunyi di balik rimbunnya pepohonan yang berselimut halimun.

Riset yang dilakukan Dee juga tidak main-main. Ia bertemu dengan para arkeolog dan ahli Bahasa Jawa di kampus saya, FIB UI. Ia juga menemui para pakar parfum, kolektor anggrek, bahkan sampai mengunjungi Laboratorium Mustika Ratu untuk mendukung latar belakang Kemara. Ia juga rela pergi ke Bantar Gebang, bahkan sampai ke Gunung Lawu. Semua yang ia lakukan terbayar. Latar cerita yang ia buat seakan nyata dan Aroma Karsa laku keras di pasaran.

Atas semua kerja keras yang Dee lakukan, saya memberi Aroma Karsa rating sebesar 4,75 dari 5. Dan bila kisah Aroma Karsa berlanjut, tentu saya akan kembali membacanya dengan senang hati.

Komentar